SUPPRESSED FANTASIA: ANTARA KEBEBASAN DAN KETERIKATAN

05-01-2024 19:48

Art Music Today


Art Music Today Image

 

Artikel ketiga ini membahas karya Rangga Purnama Aji "Suppressed Fantasia". Ditulis oleh Maria Maya Aristya. Selamat menyimak!

#SERIARTIKELOMCMM2023

 

Bulan Oktober 2023, telah berlangsung sebuah pertunjukan musik spasialisasi yang diselenggarakan oleh October Meeting di salah satu ruang di Tempuran Space, Yogyakarta. Pertunjukan bertajuk OMCMM 2023: Spatial tersebut menggagas eksperimentasi dalam penyajian spasialisasi musik dengan format reproduksi audio multikanal. Sejumlah speaker diletakkan secara strategis mengelilingi ruangan dan pengoperasiannya menggunakan perangkat lunak Ircam Panoramix yang dihubungkan ke sistem pengeras suara. Format proyeksi ini dipilih untuk menciptakan pengalaman dengar audiens melebihi dari audio stereo konvensional.

Pertunjukan ini menampilkan 5 penampil yang terbagi dalam beberapa sesi dan berlangsung selama 3 hari. Rangga Purnama Aji atau akrab disapa sebagai Rangga, adalah artis yang tampil sekaligus menutup sesi pertunjukan hari kedua. Ia membawakan karya  berjudul Supressed Fantasia dengan menggunakan perangkat lunak live coding bernama TidalCycles. Berangkat dari gagasan bebas dan terikat, karya ini mengaplikasikan bentuk komposisi musik Fantasia[1] yang terdiri dari 4 movement, yaitu: I) Subjugation, II) Shifting, III) Suspension, dan IV) Distraction. Berdasarkan penamaan pada tiap movement, karya ini adalah sebagai interpretasi karaktersitik 4 kata pada bagian-bagian karya yang dimainkan. Fungsi penamaan ini untuk menentukan bagaimana tendesi sifat dari nama yang dipakai dalam movement tersebut sebagai gagasan dari komposisi musik yang dibangun. Karya ini terdiri dari 8 track rekaman audio mono yang secara menyeluruh diproyeksikan ke 3 ruangan: ruang lantai bawah, ruang lantai atas, dan luar ruangan dengan speaker yang digantungkan di beberapa pohon. Secara teknis, 1 track rekaman audio dengan format mono itu kemudian dijadikan 1 kanal dan dimasukkan ke  dalam program Panoramix.  Delapan kanal itu  menjadi 8 objek bunyi, yang bisa disesuai jarak bunyinya dan diproyeksikan secara spasial oleh Rangga.

Selain berkeliling menikmati hasil jalinan bebunyian yang dimainkan, saya menyempatkan diri untuk mengamati apa yang dilakukan Rangga. Keterikatan yang disampaikan rangga terwakili dari bagaimana ia harus membagi fokus yang merespons tempat itu dengan proses realtime (live) coding music dan realtime audio processing. Live coding itu sendiri adalah kegiatan yang rumit. Live coding adalah penciptaan karya seni secara langsung dengan melibatkan aktivitas seseorang untuk menyusun deretan kode dan memanipulasi bagian-bagian dari suatu program saat program tersebut dijalankan. Pada pertunjukannya, aktivitas itu akan terlihat dari para pemain (biasa disebut live coder) yang mengendalikan sebuah sistem di perangkat lunak dengan menggunakan bahasa pemrograman untuk membangun dan menyajikan musik dalam waktu nyata. Perlu diketahui bahwa kesalahan dalam aktivitas live coding seperti pada penulisan karakter atau menyusun sintaksis, akan menimbulkan konsekuensi dalam pertunjukannya. Oleh sebab itu pemain perlu memahami logika dasar penyusunan sintaksis serta ketelitian. Proses aktivitas coding ini tentu sudah cukup menuntut konsentrasi tinggi pemainnya, terlebih Rangga secara simultan harus memikirkan dan beralih di antara 2 perangkat lunak yang dikontrol secara bergantian.  

Suppressed Fantasia menawarkan pendengar untuk mendalami peristiwa yang memiliki karakteristik-karakteristik bunyi yang unik. Dimulai dari bagian pertama yang sukses menyita perhatian saya, bagian ini diisi dengan 2 bunyi yang kontras; satu bunyi mendesing –  yang terdengar seperti sumber yang berasal dari jarak yang agak jauh. Sementara yang kedua, terasa padat dengan bunyi yang terdengar seperti bunyi klakson, bulat dan panjang (ini hanyalah impresi awal saya, karena sulit untuk mengenali ragam material bunyi yang telah dimanipulasi kian rupa). Proyeksi dari kedua rekaman audio dengan warna bunyi yang bertolak belakang di bagian awal ini membangkitkan kesan yang kuat dan provokatif.

Pengaturan jarak dan lingkungan ruang pertunjukan yang dilakukan Rangga meningkatkan kesan yang saya alami di awal. Ditambah pula dengan persepsi saya mencocok-cocokkan suasana tempat, waktu, dan apa yang saya imajinasikan saat saya mengelilingi bagian dalam dan luar ruangan. Dari apa yang saya dengar di awal, tercipta atmosfir seperti saat berada di pelabuhan, atau mungkin berada di suatu tempat yang memancarkan nuansa gelap. Namun musik yang diwujudkan oleh Rangga sungguhlah merdeka dari narasi kontekstual yang sengaja saya bangun di dalam kepala. Meski makna Fantasia itu bersifat bebas dan imajinatif, saya berupaya agar rangkaian karya Rangga terlepas dari bunyi “subjektif” yang membatasi pengalaman dengar saya.

Dalam spasialisasi bunyi, peletakan speaker dapat dimanfaatkan untuk memberikan efek dramatis atau bunyi yang menggemparkan dari berbagai arah, namun pergerakan tiap movement dalam karya Rangga terasa halus dan mengalir. Bisa dibilang, tidak ada bunyi-bunyi keras yang hadir tiba-tiba dan sengaja membuat saya terkejut yang datang dari satu sisi speaker tertentu. Sebaliknya, peristiwa bergeraknya bunyi-bunyi yang dikontrol menyatu dengan alur musik secara keseluruhan. Setelah menyelami perjalanan bunyi pada bagian awal, terdengar bunyi dengan durasi waktu yang terhampar panjang, serta sentuhan bunyi gemretak (crackling) yang menambahkan karakteristik dengan corak yang kasar. Kemudian, terdengar interaksi bunyi yang tersuspensi dengan interval yang dimanipulasi naik-turun. Bagian terakhir ditutup dengan variasi dengan beragam jangkauan: bunyi frekuensi rendah yang membentuk gemuruh, nada-nada berdengung dengan hentakan pada bagian ujungnya, serta pertautan antarnada yang memiliki pola-pola yang bersilangan.

Pertunjukan OMCMM 2023 yang mengaplikasikan teknik spasialisasi bunyi dengan format reproduksi audio multikanal tidak sekedar bentuk penyajian sebuah karya seni dari para seniman, melainkan suatu eksplorasi yang mendalam akan potensi dimensi ruang dan besaran bunyi yang dirasakan pendengar, baik bagi audiens dan seniman itu sendiri. Jika biasanya kita harus bergeser maju agar dapat mendengarkan dengan jelas, atau mencari posisi lain agar dapat menemukan titik dengar yang nyaman, pertunjukan spasialisasi ini memungkinkan audiens untuk merasakan pengendalian fenomena akustik ruang dan bunyi yang dirancang langsung dengan cermat oleh si seniman. Sebagai salah satu eksplorasi dalam perjalanan eksperimentasi musik dan teknologi, penerapan teknik spasialisasi dalam Supressed Fantasia karya Rangga ini memperluas batasan-batasan dalam pengalaman mendengarkan bunyinya bunyi; untuk merasakan secara intensif akan perisitwa bunyi itu sendiri melalui manipulasi perubahan warna bunyi, serta pergerakan jarak dan dimensi ruang yang diatur secara realtime. Pertunjukan spasialisasi ini memberikan kesempatan untuk menikmati dan mengamati kompleksitas bunyi dengan lebih intim, dalam relasi antara karya seni dengan pendengar.

 


[1] Sebuah komposisi yang bebas atau tidak terikat oleh bentuk yang ketat, berakar pada improvisasi. Selengkapnya https://www.classical-music.com/articles/what-is-a-fantasia


 

 

418 x dilihat

Prev Next

Login Member

forgot password?
Kabar Berita
PERJALANAN BUNYI YUDANE

4929 x dilihat