Urgensi Seni Tradisi di Tengah Budaya Pop

30-08-2024 13:24

Art Music Today


Art Music Today Image

Pengantar: 

Artikel ini adalah bagian dari notulensi (reportase jurnalistik) program Kemah Budaya Se-Kalimantan Timur yang telah diselenggarakan di Tenggarong, Kutai Kartanegara, 5-8 Agustus 2024 atas dukungan dari Dana Indonesia Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Program Dokumentasi Maestro). 

Penulis: Tanty Ayu Nandiya

.

Hari Pertama

Para peserta yang berjumlah 12 orang hadir pada tanggal 5 Agustus 2024. Para peserta yang mengikuti kegiatan Kemah Budaya memiliki latar belakang pengalaman berkesenian, serta pengalaman bermain musik, dan menciptakan suatu karya yang berbeda-beda. Dihari pertama ini juga para peserta dikenalkan oleh mbok Juwita. Yang merupakan seorang wanita yang memainkan seni tingkilan tradisi secara turun temurun dari keluarga. Menariknya mbok Juwita memainkan tingkilan atas dasar suatu situasi yang mendorongnya untuk memainkan alat musik yang bernama gambus. Namun bukan dalam situasi paksaan. Sehingga bias dikatakan mbok Juwita memainkan tingkilan tradisi karena naluri dirinya.

Dimalam hari pertama peserta disuguhkan dengan materi dan penampilan mbok Juwita pada kesempatan ini para peserta diberikan ruang untuk menikmati sembari menganalisa hal-hal yang menjadi keunikan, dan nilai suatu seni tradisi tingkilan. Dan mereka terbagi atas 3 kelompok.

 

Hari Kedua

Dihari kedua ini peserta sudah mulai disuguhkan dengan tugas untuk mengeksplorasi imajinasi, ide-ide mereka. Peserta Bersama kelompok masing-masing diberi tanggung jawab untuk dapat menyatukan ide, gagasan, pengetahuan, serta kemampuan dalam berkesenian untuk bias menciptakan sebuah karya yang dapat dinikmati. Dengan waktu yang cukup singkat peserta harus bias membuat suatu karya namun dalam hal ini para peserta diberi arahan, masukan oleh para mentor.

Dimomen ini sangat terlihat masing-masing peserta mengalami kendala, kesulitan dan kebingungan. Mereka tampak tidak percaya diri atas kemampuanya untuk mengeksplor ide-ide karya yang dimiliki. Sehingga hal-hal yang dilakukan peserta terkesan monoton, dan menjadi PR para mentor untuk bagaimana menyentuh para peserta agar percaya diri dengan kemampuanya.

Hari Ketiga

Masing-masing kelompok telah memiliki karya yang dihasilkan. Dan dengan ciri khasnya yang beragama. Ada yang mebuat karya musikalisasi, menggunakan alat musik biola, gambus, dan lainnya.dan dimalam ini masing-masing kelompok menampilkan karyanya didepan para penonton.

 

Kelompok Jelmu

 

Faisal selaku perwakilan kelompok Jelmu merupakan mahasiswa Universitas Mulawarman Samarinda, jurusan Etnomusikologi. Faisal mengatakan keertarikannya terhadap seni dikarenakan memilik latar belakang keluarga yang berkesenian, salah satunya yakni seni tingkilan. Keterlibatan Faisal pada kegiatan Kemah Budaya ini sendiri, diakuinya mendapat informasi dari sesama temanya yang turut juga menjadi peserta Kemah Budaya.

“Kalo keluarga ada yang berlatar belakang seni, kalo tingkilan agak jauh kakek saya sekedar bisa memainkan gambus. Kalo bergelut seni itu dorongan dari diri saya sendiri.” Ungkap Faisal

Selama empat hari berlangsunnya kegiatan kemah budaya, Faisal mengakui bahwa kegiatan seperti ini sangat dibutuhkan bagi pelaku seni, terutama generasi-generasi muda. Sebab kegiatan yang penuh dengan teori dan dibarengi dengan praktek serta arahan mentor membuat dirinya yang semula cukup asing dengan bahasa-bahasa seni, serta hal-hal komponen yang membentuk suatu karya yang dapat dinikmati khalayak orang sangat penting.

“Tentu mentor kita selama empat hari ini yaitu mas Gatot luar biasa saya pribadi banyak belajar ilmu baru yang tidak didapat di perkuliahan itu sangat berharga. Kalo proses meramu itu bener bener harus banyak penyesuaian terlebih temen-temen tidak terbiasa dengan seni dan tidak berlatar belakang seni. Dan ini sarana menyatukan seni dan latar belakang ide.” Tutur Faisal.

Faisal juga mengaku dirinya mengenal Gambus  sejak ia masih  kecil, dan untuk bisa memainkan Gambus ia mulai bermain  dari SMA saat megikuti ekskul. Sehingga dirinya cukup merasakan tantangan kesulitan selam Kemah Budaya ini.

“Sebetulnya untuk kesulitan banyak cuma yang paling terasa menyatukan kepala , pikiran agar kami bisa meracik . Bagaimana sebuah karya bisa mewakili semua keinginan tetapi melalui kegiatan ini. Banyak mulai dari istilah-istilah musik. Terus berkomunikasi baik dengan orang lain. Dan menyusun suatu pertunjukan. Disinilah  banyak hal komplek yang baru dipelajari dari kegiatan ini. Serta kesan yang paling diingat waktu  kami menyatukan musikalisasi puisi. Dikoreksi oleh mentor mulai dari transisi cara masuknya dan dapat feelnya dan teknik mainya itu ilmu ilmu baru.” Jelas Faisal

Namun sebagai generasi muda pelaku seni,menyadari keberadaan seni tradisi tingkilan yang hamper pudar ditengah masyarakat mendorong pemuda ini untuk dapat terus mempertahankan keberadaan seni tradisi tingkilan .

“Ya kedepannya pengen tingkilan terus lestari saat inikan ada dua, ada keroncong dan tradisi harapannya, kedepan musik tingkilan tradisi di rilis dibentuk digital sehingga khalayak banyak yang mau belajar bisa mendengarkan.” Harap Faisal

 

Kelompok Luper

Muhammad Adi Afriansyah selaku perwakilan kelompok Luper, pemuda asal Loa Janan, kabupaten Kutai Kartanegara ini mengaku, dirinya bisa mengikuti kegiatan Kemah Budaya berkat informasi dari rekannya. Pemuda yang akrab disapa Cepot ini menyebutkan bahwa kehadiran mentor pada kegiatan Kemah Budaya Se-Kalimantan Timur ini merupakan sesuatu yang tidak terbayangkan olehnya.

“Mentor ini orang orang hebat, dan sangat berkesan, dan apa yang mereka berikan belum pernah kita dapat. Bahkan Bahasa-bahasa musikal yang asing di dengar, komposisi musik dan lain lain. Bahkan cek sound dilakukan langsung oleh mentornya yang ngeditec. Sejauh saya main ke panggung panggung ini mentor yang totalitas.” Ungkap Cepot

Menurut Cepot kehadiran mentor-mentor ini membentuk mentalitas pelaku seni, yang dimana pelaku seni untukmenciptakan suatu karya memerlukan suatu proses yang tidak cukup sederhana. Atau dikatakan sulit namun bukan berarti tidak dapat dilakukan.

“Mereka lebih bangun mentalitas seni, dari kegiatan ini benar benar dikasih ruang. Lebih tepatnya cara berproses secara ideal. Namanya proses belaja pasti kesulitan proses itu ada, misalnya saat musikalisasi ada beberapa temen temen yang terlalu tinggi dan ada yang rendah jadi bentrok. Tapi dengan adanya mentor diarahkan gimana caranya ada solusi ketemu. Itu menarik sih.” Jelasnya

Cepot juga mengatakan kelompoknya berhasil membuat suatu karya. Yang mana sebuah gagasan dapat dikolaborasikan dengan angkat tingkilan, Cepot berpegang teguh dengan pernyataan pak Saiful teman mbok Juwita. Bahwa  tingkilan hadir dan ada karena ada ungkapan perasaan karena merespon kejadian. Jadi konsepnya dari dirinya. Dan ini mengusung konsep masa lalu.

“Kalo secara kebudayaanya berpantun ditambah musik jadi tingkilan. Jadi lebih ke bagaimana mengungkapkan seni secara bebas walaupun ga menggunakan gambus, tapi secara teknikal ada hal yang aku masukan dari unsur tingkilan. Kemudian saling berbalas pantun. Dan memperhatikan seni tradisi Tingkilan hampir pudar ini, pastinya keinginan melestarikan. Harapannya semoga saya dan temen-temen terus memiliki Inovasi. Dan itu pasti bakal ada, aku coba berkarya mengambil esensi tingkilan ini. Seperti yang kami tampilkan lebih esensi tingkilan dulu.” Ujar Cepot

 

Kelompok Santri

Dwi Mustofa selaku perwakilan  kelompok Santri. Pemuda asal Samboja Kukar ini , mengikut kegiatan kemah budaya berdasarkan informasi dari media sosial yakni instagram.

‘’Saya sudah mengikut Ig Art Music Today , sebelumnya belum ada kepikiran ikut terus ada temen juga di acara ini, dan menurut saya menarik banyak hal didalamnya untuk diikut. Jadi saya ikut’’. Ungkap Dwi

Dwi merasa meski peserta lain memiliki kemampuan di atasnya, namun tidak memutuskan semangatnya untuk menambah pengetahuan tentang kesenian tingkilan tradisi, sehingga dengan adanya kegiatan kemah budaya, dirinya beranggapan bahwa ni merupakan kesempatan emas yang tidak dating dua kali.

“Walaupun dari temen yang lain diatas merek Tapi tidak mengurangi untuk mundur kegiatan ini. Basic saya memang kuliah di seni etnologi. Jadi ilmu yang saya dapat selama kegiatan ini, sama sekali  tidak didapatkan di kampus, tidak sedalam seperti kegiatan ini. Sebab itu mengikuti kegiatan ini sendiri bakal lebih banyak menambah ilmu.” Jelas Dwi

Sebagai peserta dan pemud yang bergelut pada suatu kesenian. Dari kemah budaya ini. Hal yang mengesankan bagi Dwi sendiri yaitu  hal baru banyak ia temukan. Terlebih pada kegiatan ini menghadrkan mentor-mentor yang ia rasa memiliki kompetensi yang tidak perlu dipertanyakan lagi kualitasnya, sehingga dirinya berharap kegiatan semacam kemah budaya ini dapat digelar kembali.

“Pengetahuan yang diberikan itu tidak kami dapat diperkulihan. Karena ini banyak hal teknis lapangan dari mentor. Dan mentor yang luar biasa ini, kita langsung dilibatkan secara dalam analisis seni pertunjukan kita tidak hanya bisa bermain musik tapi mempertanggungjawabkan karya. Konsep ini banyak metode teknis secara kesimpulan kita tidak hanya main saja tapi harus merasakan.” Tuturnya

Selama kegiatan ini Dwi merasakan tantangan yang cukup membuat dirinya kebingungan. Namun meski situasi dirasakan penuh tekanan lantaran dipaksa untuk membuat suatu karya dengan mengkolaborasikan ide, kemampuan, tim kelompok yang memiliki kemampuan berbeda-beda, dengan kurun waktu yang singkat dan terbatas. Hingga akhirnya menciptakan suatu karya, ia Bersama timnya merasa bersyukur lantaran selama proses pembuatan karya kelompoknya ini, dibimbing oleh mentor-mentor yang dihadirkan pada kegiatan kemah budaya.

“Presentase  kesulitan 50% kebingungan menyuruh kita untuk belajar lebih dalam , dan 50% kita memang harus belajar. Dan bahasa bahasa yang digunakan. Semenjak kegiatan ini ternyata banyak hal diperhatikan dalam kesenian untuk dikaji dipelajari. Dan ini tantangan terbaru. Saya pribadi tentu kegiatan ini salah satu kegiatan yang dikemas untuk mengarahkan kita bagaimana kita menjadi melahirkan suatu karya dan mempertahankan kesenian.” Ungkap Dwi

“Moment yang berkesan saat kami menggarap sebuah karya, kita harus mengeksplor dan mempertanggungjawabkan agak sedikit rumit karena setiap orang punya perspektif. Dan tugas kita bagaimana penonton dapat menikmati. Tidak hanya sebuah karya.” Sambungnya

Sebagai generasi muda yang bergelut dengan kesenian Dwi ingin . Seni Tradsi Tingkilan terus dilestarikan. Terlebih menurutnya Tingkilan untuk sekarang sudah mulai berjalan dan berkembang dan banyak anak muda mulai mengikuti tingkilan,bahkan  dikolaborasikan dengan musik apapun.

“Tingkilan bisa mengikuti arus itu dan ini tanggung jawab saya dan teman-teman bagaimana kita bisa mengembangkan tingkilan. Dengan pakem tradisi tersebut.” Kata Dwi

 

Mentor Gatot Danar Sulistiyanto

Kehadiran Gatot Danar pada kegiatan Kemah Budaya  sangat memberikan warna baru bagi para peserta yang merupakan putra-putri daerah Kalimantan Timur, khusunya kabupaten Kutai Kartanegara. Banyak hal terkait kesenian yang Gatot berikan kepada para peserta, bahkan para peserta pun merasa terdapat beberapa pengetahuan seni yang selama ini tidak didapatkan diperkuliahan dan dirasa asing. Sehingga pada kegiatan kemah budaya yang dimentori langsung oleh Gatot cukup memberikan pengetahuan dan wawasan serta pengalaman baru bagi para peserta.

Gatot sendiri mengatakan tujuan dari kegiatan ini, yang terutama memberikan pemahaman kepada peserta terkait dengan kerangka belajar dalam menciptakan suatu karya.

“Dari frame worknya  itukan kita bisa mendapatkan arahannya mau ke mana visi artisitiknya itu gimana, artistik ini mau didekati bagaimana, sampai ke performance jadi ada tiga tadi maka yang pertama adalah  frame work kenali persoalan nya dulu.” Kata Gatot

“Kita juga liha terutama lihat mbok juw tamplatenya seni tradisi seperti itu , jadi peserta ini melihat otentik suatu seni. Terus yang kedua membuat framework, setelah itu artistik building, dan finalisasi dengan apa saja yang ditampilkan. Jadi penambahan dan pengurangan itu wajar. Jadi mereka tau konsep dan tau eksekusi terlebih dulu. Memang tidak biasa.’’ Jelasnya

Pada pembuatan suatu karya, tentu dapat dikatakan seni pada prosesnya tidak sesederhana itu. Atas hal ini menurut Gatot pentingnya kedisiplinan setiap personal yang bergelut dalam suatu seni.

“Disiplin itu meliputi segala macam, meliput menyiapkan diri, meluangkan waktu, berbagi fokus. Aku lihat peserta ini belum memiliki habit disiplin. Disiplin itu penting dan fokus. Dari kegiatan ini aku berharap mereka bisa mengembangkan dan bisa belajar lebih intens karena disiplin awal segala nya.” Harapnya

“ Disamping itu kan mereka bergaul dengan tingkilan apapun bentuknya terlebih mereka generasi penerus , jadi mereka tidak hanya meneruskan dan mewarisi budaya saja tapi harus disiplin melestarikan budaya . Disesuaikan dengan disiplin yang sekarang karena mengingat sistem produksi nya sudah berubah, maka sistem perubahannya itu  yang harus di akomodir biar progresif, supaya kebudayaan progresif bisa diakses semua orang karena musik tidak boleh domestik  harus universal.” Sambungnya  

 

Menurut Gatot juga Kaidah Bahasa bagi  pendengar akan terus mengalami perkembangan, dan pastinya suatu tradisi pun turut berkembang. Seperti gambus tingkilan proses kebudayaan yang  sama.

“Tingkilan  adalah suatu fakta musik, fakta musik yang punya sekian banyak sejarah fenomena. Tingkilan itu sekala sejarh ga menguasai. Tapi fakta bunyi aku mempelajari sangat singkat. Tingkilan ini kan kaidah  vokal dan instrumental itu sebetulnya hari ini sangat mungkin di adopsi untuk performance, kita tidak memindahkan seni tradisi lama ke baru . Tapi menambahkan dengan misal kemarin Saiful bilang ini ungkapan emosi sesaat, saya piker dari pada anak muda saat sedih galau  mereka curhat disosmed mending buat pantun curhat. Dan kehadiran tingkilan secara tradisi itu benih, benih itu kan harus ditanam. Hingga bermanfaat.” Terang Gatot

Sebagai mentor pada kegiatan kemah budaya, dirinya merasa setiap peserta telah belajar untuk disiplin. Sehingga menurutnya peserta mempelajari bagaimana menghadapi musik membuat musik dan berpikir bagaimana kontruksi musik.

“ Mungkin selama ini dipikir musik hanya dipikir dimainkan saja. Inikan jadinya musik ke ranah ilmu sehingga ada dialektika, memahami Ini material, ternyata partikelnya banyak, dan terminologi kan spesifik dan banyak. Musik di dalam tanah ilmu itu mau tidak mau kita harus bekerja disisi ruang ruang bekerja itu.” Ujar Gatot

Menurutnya juga setiap peserta punya karakter. Terlebih tugas mentor untuk  meyakinkan peserta. Dengan kata lain tradisi harus dibongkar maksudnya. Dimana tradisi sering  selalu dianggap barang mati.

“Maka dalam terminologi  dibongkar itu dibuat masa kini Tampa harus dirusak dibuang. Gambus harus dipake, tapi pake pantun, ada ngutip pantun. Maksud  dibongkar contoh ditingkilan tradisional tidak ada dimasukn biola listrik. Sehingga ruang yang mereka senang itu pasti di pake. Semua aspek ada. Jadi tergantung seberapa dalam itu masuk ke tingkilan. Akumulasi banyak sebenarnya itu tugas peserta untuk mengenali.” Jelas Gatot

Gatot berharapan peserta akan belajar, dan menumbuhkan rasa realistis kebudayaan masa lalu, masa kini, masa depan. Peserta  harus dapat meguasai 3 fase masa lalu sumber ilmu inspirasi, masa realitas saat ini, dan masa depan yang menjadi PR para peserta generasi muda.

 

PENUTUP

Dari hasil observasi penulis selama kegiatan diselenggarakan, penulis beranggapan bahwa urgensi keberadaan seni tradisi tingkilan apabila tidak mendapatkan perhatian penuh dari stakeholder yang berkaitan. Tentunya akan mengalami kepunahan. Sebab menyadari perkembangan jaman yang kian modern sehingga diperlukannya suatu keseimbangan.

Dan bagi generasi muda terkhusus pelaku seni menjadi suatu catatan penting untuk terus mengikuti perkembangan jaman, tanpa mengubah suatu seni tradisi. Sehingga seni tradisi terus berjalan pada tiga fase yakni masa lalu, masa kini, masa depan. Bahkan pentingnya keterlibatan pemerintah sangat diperlukan dalam melakukan pelestarian kesenian disetiap daerah. Sebab tidak dipungkiri saat ini banyaknya wadah yang bisa digunakan sebagai sarana untuk menampilkan suatu karya seni agar dapat dikenali masyarakat dan tetap terus lestari.

 

489 x dilihat

Prev Next

Login Member

forgot password?
Kabar Berita
PERJALANAN BUNYI YUDANE

5059 x dilihat